Serangga Bisa Menjadi Makanan Darurat Di Masa Krisis

Eropa bisa maju masalah ekonomi, tetapi masalah perolehan boga, mereka dapat disebut ketinggalan jauh dari beberapa negara Asia, Afrika, atau Amerika Latin. Contoh terbaru: masalah melahap serangga.

Coop, jaringan supermarket paling besar ke-2 di Swiss, baru pekan kedepan akan jual panganan memiliki bahan baku serangga. Nanti menu yang dihidangkan, diantaranya, burger. Daging burger itu kelak akan dibikin dari kepompong kumbang mealworm–di Indonesia sering ditunjuk selaku ulat Hongkong– yang dihidangkan bersama wortel, dibumbi dengan oregano dan cabai. Harga jual gagasannya 8,95 Franc, atau seputar Rp123 ribu.

Baca Juga : Sejarah Awal Evolusi Serangga

Harga itu 2x lipat daripada burger unggulan mereka yang memercayakan daging sapi organik. Jika dibanding dengan burger di restaurant waralaba, harga dapat 4x lipatnya. Apa yang membuat burger ini dipandang mahal?

“Sebab produk ini pas untuk mereka yang pengin belajar mengenai keanekaragaman kulineran memiliki bahan baku serangga,” tutur Manager Produk Coop, Silvio Baselgia.

Serangga Bisa Diolah Menjadi Makanan

Pada situs Food and Wine, Baselgia menerangkan jika dua produk –selain burger bakal ada bakso– memiliki bahan baku serangga itu dapat dibeli ke gerai Coop di Zurich, Basel, Bern, Winterthur, Lugano, Lausanne, dan Jenewa. Coop merencanakan akan memperlebar tipe opsi makanan memiliki bahan baku serangga sampai akhir 2017. Beberapa produk ini akan disuplai oleh perusahaan Essento.

Berdasar laporan The Guardian, Swiss ialah negara Eropa pertama yang menetapkan makanan memiliki bahan baku serangga. Awalnya, Swiss batasi pemasaran makanan dengan bahan baku tidak wajar. Cuman mereka yang punyai ijin spesial yang bisa jual. Tetapi, pada 1 Mei 2017, pemerintahan Swiss lewat Departemen Keamanan Makanan (BLV) meluluskan pemasaran produk yang memiliki bahan baku tiga tipe serangga –ulat Hongkong, belalang, dan jangkrik– sepanjang penuhi standard ketentuan keamanan.

Salah satunya ketentuannya ialah serangga yang bisa digunakan ialah angkatan ke-4. Karenanya, proses penjualannya masih memakan waktu. Untuk import juga, peternakan penyuplai serangga harus juga penuhi persyaratan ketat berdasar ketentuan Swiss.

Coop sendiri sempat menyampaikan kabar akan jual makanan memiliki bahan baku serangga pada Juli 2017. Tetapi sebab minimal serangga yang bisa lolos test keamanan makanan, penyeluncuran produk akan diundur sampai minggu kedepan. Salah satunya pendiri Essento, Christian Bartsch, menjelaskan ketatnya persyaratan bahan baku ini membuat penyeluncuran produk jadi terlambat.

“Tidak ada serangga yang di Swiss atau Eropa yang mendapatkan ijin dari tubuh keamanan makanan Swiss,” tutur Bartsch pada majalah Handelszeitung.

Sesudah alami penangguhan, burger dan bakso serangga itu diperkirakan sah dipasarkan pada 21 Agustus 2017.

Tipe Serangga Yang Dapat Dikonsumsi

“Dalam riwayat dunia, mengonsumsi serangga ialah aktivitas normal untuk manusia. Cuman di dunia Barat, dan belakangan ini, aktivitas itu dipandang aneh atau bahkan juga memuakkan.”

Jerry Hopkins buka Bab 4 dalam buku Extreme Cuisine: The Weird dan Wonderful Foods That People Eat dengan cuplikan dari esai dengan judul “Insect as Food” di buku The Oxford Companion to Food. Menurut ensiklopedia gastronomi terhebat dan terkomplet itu, serangga sudah dimakan semenjak beberapa ribu tahun kemarin. Serangga jadi bahan makanan penting untuk warga di Asia, Afrika, Australia, Amerika Latin.

Di Nusantara, ada sayok –larva capung– yang diolah pedas di wilayah Danau Linow, Tomohon, Sulawesi Utara. Orang Papua membakar ulat sagu. Orang Gunung Kidul menggoreng belalang. Beberapa orang Jawa Timur mengenali sajian botok tawon, rempeyek laron. Sedang orang Thailand melahap serangga dengan sauce pedas. Di Kamerun, salah satunya sajian istimewa untuk tamu ialah semacam ulat sagu yang diolah dalam santan, dengan bumbu garam, merica, dan bawang.

Tidak dapat disangkal jika Dunia Barat masih memandang serangga selaku makanan yang tidak umum, eksotis, bahkan juga memuakkan. Kembali lagi, ini masalah asumsi dan rutinitas. Anthony Bourdain, juru masak dan penulis, membuat pengandaian menarik. Di dunia barat, serangga dipandang makanan aneh dan memuakkan. Sedang di teritori Asia, keju biru alias blue cheese dapat membuat orang muntah sebab berbau dan rasa yang tajam.

Sesungguhnya, tutur Bourdain, rasa serangga masih lebih nikmat daripada beberapa makanan di dunia Barat, misalnya Cheez Whiz atau pizza nanas. “Karenanya, coba makan serangga. Cicipilah. Makanlah tanpa ada prasangka. Kamu akan merasakan aman jika tahu jika ada juta-an orang yang melahap serangga sepanjang beberapa ribu tahun, dan mereka baik saja.”

Sejarah Awal Evolusi Serangga

Dalam ulasan asal mula burung, kami mengatakan teori kursorial yang disodorkan oleh pakar biologi evolusi. Sama seperti yang sudah kami terangkan awalnya, pertanyaan bagaimana reptilia tumbuhkan sayap menyertakan pertaruhan mengenai “reptilia yang coba tangkap serangga dengan kaki depan mereka.” Menurut teori ini, kaki depan reptilia itu bersamaan dengan waktu secara perlahan-lahan beralih menjadi sayap waktu mereka coba memburu serangga.

Kita sudah tegaskan jika teori ini tidak bertumpu pada penemuan ilmiah sama sekalipun. Tapi ada segi menarik lain dari ini, yang belum kita sentuh awalnya. Lalat semenjak awalnya bisa terbang. Jadi bagaimana mereka mendapatkan sayap? Dan pada umumnya, apa asal-usul serangga, yang mana lalat hanya satu barisan didalamnya?

Sudah Ada Sejak Zaman Devonian

Dalam pengelompokan makhluk hidup, serangga membuat satu subfilum, yakni Insecta, dari filum Arthropoda. Fosil serangga paling tua berawal dari Zaman Devonian (410 sampai 360 juta tahun lalu). Pada Zaman Pennsylvanian yang mengikutnya (325 sampai 286 juta tahun yang lau), berlangsung munculnya besar beberapa spesies serangga. Selaku contoh, kecoak tampil secara mendadak, dan dengan susunan yang seperti yang ada sekarang ini. Betty Faber, pada American Museum of Alami History, memberikan laporan jika fosil kecoa dari 350 juta tahun lalu ialah persis sama dengan kecoak yang hidup sekarang ini.

Binatang seperti laba-laba, kutu, dan kaki seribu bukan serangga, tapi terhitung subfilum lain dari Arthropoda. Penemuan penting fosil dari binatang-binatang ini disampaikan pada tatap muka tahunan American Association for the Advancement of Science tahun 1983. Hal yang memikat pada fosil laba-laba, kutu dan kelabang berusia 380 juta tahun ini, ialah fakta jika mereka sama dengan spesimen hidup sekarang ini. Salah satunya periset yang mengetes fosil itu mengatakan, “mereka seperti terlihat baru mati tempo hari.”

Serangga bersayap tampil secara mendadak dalam rekaman fosil, dan dengan seluruh keunikan mereka. Selaku contoh, sebagian besar fosil capung dari Zaman Pennsylvanian sudah diketemukan. Dan capung-capung ini mempunyai susunan yang serupa tepat dengan capung yang ada sekarang ini.

Baca Juga : Deretan Serangga Paling Berbahaya Dan Mematikan Di Dunia

Satu perihal menarik di sini yaitu fakta jika capung dan lalat tampil secara mendadak, bersama dengan serangga tidak bersayap. Ini menyanggah teori jika serangga tidak bersayap meningkatkan sayap dan berevolusi secara setahap jadi serangga yang dapat terbang. Dalam salah satunya artikel mereka dalam buku Biomechanics in Evolution, Robin Wootton dan Charles P. Ellington menjelaskan hal selaku berikut ini:

Sudah Memiliki Sayap

Saat fosil serangga pertama tampil, pada [Jaman] Carboniferous tengah dan Atas, mereka sudah bermacam dan sejumlah besar mempunyai sayap yang prima. Ada sejumlah kecil wujud primitif tidak bersayap, tapi tidak diketemukan ada wujud pengalihan yang memberikan keyakinan.

Sala satu ciri-ciri umum dari lalat, yang tampil secara mendadak dalam rekaman fosil, ialah tehnik terbang mereka yang mempesona. Sesaat manusia tidak sanggup buka dan tutup lengan mereka 10 kali sedetik, rerata lalat sanggup mengemaskan sayap 500 kali dalam kurun waktu itu. Lebih jauh kembali, lalat gerakkan ke-2 sayapnya secara bertepatan. Sedikit saja ketidaksesuaian pada getaran sayapnya akan mengakibatkan lalat kehilangan kesetimbangan, tapi ini tidak pernah berlangsung.

Dalam satu artikel dengan judul “The Mechanical Desain of Fly Wings,” Wootton lebih jauh menjelaskan:

Makin kita pahami peranan dari sayap serangga, makin nampak halus dan cantik design pada mereka… Susunan umumnya direncanakan untuk berbeda wujud sekecil mungkin; proses umumnya direncanakan untuk gerakkan beberapa bagian penyusunnya dalam pergerakan yang bisa diprediksi. Sayap serangga menjadikan satu ke-2 nya, memakai elemen dengan berbagai macam karakter kelenturan, yang terakit dengan prima untuk memungkinkannya perombakan wujud yang pas selaku tanggapan atas style yang pas dan untuk manfaatkan udara sebaik-baiknya. Mereka mempunyai sedikit, bila ada, tehnologi yang menyamakannya.

Tentu saja munculnya mendadak dari makhluk hidup dengan design sesempurna ini tidak dapat diterangkan dengan keterangan evolusionis mana saja. Itu penyebabnya kenapa Pierre-Paul Grassé menjelaskan, “Kita ada dalam kegelapan berkenaan asal mula serangga.”146 Asal mula serangga secara jelas menunjukkan bukti pembuatan.